HARTA KITA AMANAH
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
آَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al Hadiid: 7)
Harta pada hakikatnya titipan. Allah 'Azza wa Jalla menitipkan harta itu kepada hamba-Nya._ Allah Ta'ala janjikan pahala yang besar bagi siapa saja yang menginfakkan sebagian harta itu di jalan-Nya dengan niat ikhlas dan mengharap ridha-Nya. Di bulan Ramadhan inilah saat terbaik untuk mengeluarkan harta, baik untuk berinfak, bersedekah dan berzakat.
Pelajaran yang dapat dipahami dari ayat tersebut, diantaranya :
1. Perintah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
Frasa
ءَامِنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ
Pada frasa ini Allah Ta'ala memerintahkan para hamba-Nya agar beriman kepada-Nya dan utusan-Nya, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Keimanan ini haruslah kuat dan kokoh, tidak tergoyahkan oleh godaan, hambatan bahkan ancaman. Iman yang kokoh ini menjadikan seorang hamba akan dengan mudah melaksanakan ketaatan dan meninggalkan maksiat.
Imam Ibnu Katsir berkata :
أَمَرَ تَعَالَى بِالْإِيمَانِ بِهِ وَبِرَسُولِهِ عَلَى الْوَجْهِ الْأَكْمَلِ، وَالدَّوَامِ وَالثَّبَاتِ عَلَى ذَلِكَ وَالِاسْتِمْرَارِ
"Allah Ta'ala memerintahkan kepada manusia agar beriman kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya dengan iman yang sempurna, terus-menerus, lagi teguh dan kokoh."
Selain itu, frasa ini juga mengisyaratkan akan pentingnya iman dalam beramal, termasuk ketika berinfak. Keimanan pada diri seseorang akan sangat berpengaruh dalam mengelola hartanya. Iman yang kuat kepada Allah Ta'ala dan Rasul-Nya akan menjadikan infak semakin mudah dilakukan. Mengapa? karena meyakini bahwa harta itu hanyalah titipan dari Allah Ta'ala yang dikuasakan pada dirinya. Bila Allah Ta'ala perintahkan untuk diinfakkan, maka ia akan mudah mengeluarkannya.
Syaikh Jamaluddin al-Qasimi berkata :
أيْ: آمِنُوا الإيمانَ اليَقِينِيَّ لِيَظْهَرَ أثَرُهُ عَلَيْكُمْ، فَيَسْهُلَ عَلَيْكُمُ الإنْفاقُ مِن مالِ اللَّهِ الَّذِي مَوَّلَكم إيّاهُ
"Yakni, berimanlah kalian dengan keimanan yang kokoh, karena akan nampak pengaruhnya pada dirimu sehingga kamu mudah berinfak dari harta milik Allah Ta'ala yang kamu kelola."
Begitu pula sebaliknya, semakin lemah iman pada diri seseorang, semakin sulit pula menginfakkan hartanya. Bisa jadi ia berpikir, kenapa dirinya keluarkan harta untuk orang lain atau untuk satu urusan yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya. Pada akhirnya ia menjadi seorang yang pelit atau bakhil dan kufur nikmat.
Karena itu, berinfak tidak ada kaitannya dengan kaya atau miskinnya seorang hamba. Berinfak kaitannya dengan keimanan dan keyakinan seseorang akan perintah dan janji Allah Ta'ala. Allah Ta'ala mendorong hamba-hamba-Nya mengeluarkan sebagian hartanya, baik di kala longgar maupun sempit rizkinya. Allah Ta'ala berfirman :
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ
"(yaitu) orang-orang yang menginfakkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit," (QS. Ali Imran : 134)
2. Perintah berinfak
Frasa
وأنْفِقُوا مِمّا جَعَلَكم مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ
Pada frasa ini Allah Ta'ala memerintahkan para hamba-Nya untuk berinfak dan mengeluarkan sebagian hartanya di jalan-Nya. Yaitu, harta yang Allah Ta'ala kuasakan untuk mengelolanya.
Imam al-Alusi berkata :
وفِيهِ أيْضًا تَرْغِيبٌ في الإنْفاقِ وتَسْهِيلٌ لَهُ لِأنَّ مَن عَلِمَ أنَّهُ لَمْ يَبْقَ لِمَن قَبْلَهُ وانْتَقَلَ إلَيْهِ عَلِمَ أنَّهُ لا يَدُومُ لَهُ ويَنْتَقِلُ لِغَيْرِهِ فَيَسْهُلُ عَلَيْهِ إخْراجُهُ ويَرْغَبُ في كَسْبِ الأجْرِ بِإنْفاقِهِ
"Didalamnya juga berisi anjuran berinfak dan dipermudah melakukannya, karena siapa saja yang mengetahui bahwa harta itu tidak kekal bagi orang-orang sebelumnya dan harta itu pindah padanya serta tidak selamanya dan akan berpindah pada orang lain, maka akan mudah baginya untuk mengeluarkannya dan senang dengan pahala yang akan didapatkan."
Kalimat مُسْتَخْلَفِينَ فِيه menunjukkan bahwa pada hakikatnya harta kekayaan merupakan titipan dari Allah Ta'ala yang dikuasakan pada manusia untuk mengelolanya. Karena itu, Imam Al Qurthubi ketika menjelaskan frasa ini mengatakan :
دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ أَصْلَ الْمُلْكِ لِلَّهِ سُبْحَانَهُ، وَأَنَّ الْعَبْدَ لَيْسَ لَهُ فِيهِ إِلَّا التَّصَرُّفُ الَّذِي يُرْضِي اللَّهَ فَيُثِيبُهُ عَلَى ذَلِكَ بِالْجَنَّةِ. فَمَنْ أَنْفَقَ مِنْهَا فِي حُقُوقِ اللَّهِ وَهَانَ عَلَيْهِ الْإِنْفَاقُ مِنْهَا، كَمَا يهون عل الرَّجُلِ، النَّفَقَةَ مِنْ مَالِ غَيْرِهِ إِذَا أَذِنَ لَهُ فِيهِ، كَانَ لَهُ الثَّوَابُ الْجَزِيلُ وَالْأَجْرُ الْعَظِيمُ..
“Ungkapan ini merupakan dalil bahwa pada hakekatnya harta tersebut milik Allah. Hamba tidaklah memiliki apa-apa melainkan apa yang Allah ridhai. Siapa saja yang menginfakkan hartanya pada jalan Allah sebagaimana halnya seseorang yang mengeluarkan harta orang lain dengan seizinnya, maka ia akan mendapatkan pahala yang melimpah dan amat banyak."
Sungguh, harta kita pada hakikatnya bukan milik kita, namun milik Allah 'Azza wa Jalla. Karenanya, bila kita memiliki mobil, rumah, dan harta kekayaan lainnya, hendaknya ia menyadari bahwa harta itu milik Allah Ta'ala yang diamanahkan kepada kita. Harta itu hanyalah titipan belaka, bukan milik kita. Karena harta kita hanya titipan, mestinya kita akan sangatp mudah mengeluarkannya bila Sang Pemilik memintanya.
Selain itu, kata مُسْتَخْلَفِينَ ini juga mengisyaratkan bahwa Allah Ta'ala memindahkan atau menggantikan harta dari seseorang kepada orang lain. Artinya harta itu tidak terus-menerus ada pada seseorang. Harta tesebut suatu saat akan berpindah kepada yang lain.
Hal ini karena secara bahasa kata مُسْتَخْلَفِينَ adalah isim maf'ul (obyek) dari kata اسْتَخْلَفَ - يَسْتَخْلِفُ - اسْتِخْلافاً ,yang artinya menggantikan. Dalam kamus al-Muhith disebutkan :
اسْتَخْلَفُهُ أي جَعَلَهُ خَلِيْفَةً
"Ungkapan istihlafahu artinya menjadikannya sebagai pengganti."
Realitasnya, harta yang ada pada diri kita itu pada awalnya bisa jadi bukan milik kita, tapi milik orang lain. Harta itu berpindah dari orang lain ke kita bisa jadi dengan cara kita beli, warisi, diberi, dan sebagainya. Begitu pula harta kitapun suatu saat akan berganti pemilik, bukan milik kita lagi, baik karena dijual, diberikan, dicuri, terbakar dan lainnya. Semua ini menunjukkan bahwa harta yang kita miliki bukanlah kepemilikan yang sesungguhnya, karena harta itu berpindah-pindah dari satu tangan ke tangan yang lain.
Karenanya, Allah Ta’ala ingin menguji bagaimana sikap dalam menghadapi harta tersebut. Apakah kita bisa memanfaatkan harta itu dengan benar sesuai perintah-Nya ataukah harta itu menjadikan dirinya lalai dan kufur. Karenanya, Imam Ibnu Katsir berkata :
وَحَثَّ عَلَى الْإِنْفَاقِ مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ أَيْ مِمَّا هُوَ مَعَكُمْ عَلَى سَبِيلِ الْعَارِيَةِ، فَإِنَّهُ قَدْ كَانَ فِي أَيْدِي مَنْ قَبْلَكُمْ ثُمَّ صَارَ إِلَيْكُمْ، فَأَرْشَدَ تَعَالَى إِلَى اسْتِعْمَالِ مَا اسْتَخْلَفَهُمْ فِيهِ مِنَ الْمَالِ فِي طَاعَتِهِ، فَإِنْ يَفْعَلُوا وَإِلَّا حَاسَبَهُمْ عَلَيْهِ وَعَاقَبَهُمْ لِتَرْكِهِمُ الْوَاجِبَاتِ فِيهِ
"Dan Allah menganjurkan kepada kalian untuk membelanjakan hartamu yang telah dijadikan oleh Allah kepadamu sebagai pengganti-Nya dalam mengelolanya. Yakni harta itu yang ada pada kalian merupakan pinjaman dari Allah, karena sesungguhnya pada asal mulanya berada di tangan orang-orang sebelum kalian, lalu beralih ke tangan kalian. Maka Allah Ta'ala memberi petunjuk kepada kalian agar menggunakan harta yang dititipkan kepadamu untuk dibelanjakan pada jalan ketaatan kepada-Nya. Jika mereka mau mengerjakan hal ini, maka manfaatnya bagi mereka; dan jika tidak, maka perhitungan mereka berada pada-Nya dan Dia kelak akan menghukum mereka karena meninggalkan kewajiban-kewajiban mereka pada hartanya."
Karena itu, ketika seseorang diberi titipan harta hendaknya dikelola sebaik-baiknya sesuai yang digariskan pemilik sebenarnya, yaitu Allah Ta'ala. Caranya dengan menginfakkan sebagian harta titipan itu di jalan-Nya. Senyampang harta titipan itu ada di tangannya, betul-betul harus digunakan untuk berbakti kepada-Nya.
Harta itu dinfakkan baik untuk membantu saudaranya yang sedang membutuhkan, memberi makan anak yatim dan meringankan beban fakir-miskin, ataupun amal kebajikan lainnya. Termasuk mewakafkan sebagian hartanya untuk membantu kemaslahatan kaum muslimin, seperti pengadaan al-Qur'an dan pengajarannya, mengupayakan sarana air bersih dan listrik bagi mereka yang sulit mendapatkannya, dan sebagainya. Selain bermanfaat bagi masyarakat juga akan mendapatkan pahala jariyah yang akan terus mengalir pahalanya hingga alam kubur.
Kesempatan diberi titipan harta ini tidak boleh disia-siakan. Jangan sampai kita menyesal ketika tiba-tiba harta itu berpindah ke orang lain atau lenyap begitu saja dan hilang dari genggaman kita. Sekali lagi Imam al-Qurthubi menegaskan :
وَهَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّهَا لَيْسَتْ بِأَمْوَالِكُمْ فِي الْحَقِيقَةِ، وَمَا أَنْتُمْ فِيهَا إِلَّا بِمَنْزِلَةِ النُّوَّابِ وَالْوُكَلَاءِ، فَاغْتَنِمُوا الْفُرْصَةَ فِيهَا بِإِقَامَةِ الْحَقِّ قَبْلَ أَنْ تُزَالَ عَنْكُمْ إِلَى مَنْ بَعْدَكُمْ.
“Hal ini menunjukkan bahwa harta itu bukanlah miliki kalian pada hakikatnya. Kalian hanyalah bertindak sebagai wakil atau pengganti dari pemilik harta tersebut yang sebenarnya. Oleh karena itu, manfaatkanlah kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya untuk memanfaatkan harta tersebut di jalan yang benar sebelum harta tersebut hilang dan berpindah pada orang-orang setelah kalian. ”
Sesungguhnya harta hanyalah titipan Ilahi Rabbi. Seluruh harta itu Allah Ta'ala izinkan bagi kita untuk memanfaatkannya Tentu, untuk dimanfaatkan dan dikeluarkan di jalan-Nya dalam hal kebaikan dan bukan dalam keburukan.
Karena itu, apabila suatu saat harta kita Allah Ta'ala ambil, maka itu memang milik-Nya. Tidak boleh ada yang protes, tidak boleh ada yang mengeluh, tidak boleh ada yang merasa tidak suka. Karena pada dasarnya manusia memang orang yang fakir yang tidak memiliki harta apa-apa pada hakikatnya. Dalam satu hadits qudsi disebutkan firman Allah Ta'ala :
يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُوْنِي أَطْعِمْكُمْ . يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُوْنِي أَكْسُكُمْ
"Wahai hambaku, kalian semuanya kelaparan kecuali siapa yang aku berikan kepadanya makanan, maka mintalah makan kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian makanan. Wahai hamba-Ku, kalian semuanya telanjang kecuali siapa yang aku berikan kepadanya pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian pakaian." (HR. Muslim dari Abu Dzarr)
Harta kita sesungguhnya adalah harta yang diinfakkan di jalan ketaatan, yang akan kita bawa sampai menghadap Ilahi Rabbi. Sedang sisanya akan kita tinggalkan di dunia dan menjadi milik ahli waris. Dalam sebuah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda :
يَقُولُ ابْنُ آدَمَ: مَالِي، مَالِي، قَالَ: وَهَلْ لَكَ، يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلَّا مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ، أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ، أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ؟
“Anak cucu Adam berkata: ‘Hartaku, hartaku’. Beliau kembali berkata, ‘Bukankah sesungguhnya hartamu wahai anak cucu Adam tidak lain adalah yang kau makan lalu kau habiskan, yang kau kenakan lalu kau usangkan atau yang kau sedekahkan lalu kau tetapkan pahala sedekahnya?.” (HR. Muslim)
3. Pahala yang besar
Frasa
فَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَأَنفَقُوا۟ لَهُمْ أَجْرٌ كَبِير
Pada frasa ini Allah Ta'ala menyediakan balasan yang besar bagi siapa saja hamba-Nya yang beriman dan mau berinfak. Yaitu, akan diberikan pahala yang besar di sisi-Nya, yakni kelak di surga. Imam al-Qurthubi berkata :
وَهُوَ الْجَنَّةُ
"Yaitu, berupa surga."
Sedangkan Syaikh Abu Bakar al-Jazairi berkata :
أي ثواب عظيم عند الله وهو الجنة
"Yaitu, pahala yang besar di sisi Allah, yakni surga."
Syaikh al-Sa'di juga berkata :
أعظمه [وأجله] رضا ربهم، والفوز بدار كرامته، وما فيها من النعيم المقيم، الذي أعده الله للمؤمنين والمجاهدين
"Dan pahala yang paling besar adalah keridhaan Rabb mereka serta memperoleh tempat kemuliaanNya yang berisi berbagai kenikmatan abadi yang disediakan Allah untuk mereka yang beriman dan berjihad tersebut."
WalLahu a'lamu bish-Shawab

Posting Komentar untuk "HARTA KITA AMANAH "